Sabtu, 21 Mei 2011

Review Roman "Anak Semua Bangsa"

Judul                           : Anak Semua Bangsa
Penulis                         : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit                       : Lentera Dipantara
Kota Terbit                  : Jakarta
Tahun Terbit                : 2006
Jumlah Halaman          : 539 Halaman

Dapatkah sebuah tulisan mengerakkan rasa nasionalisme kita? Itulah makna yang ingin dibangun dari buku yang berjudul Anak Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta Toer. Buku ini bukanlah sekedar novel ataupun roman belaka. Karena melalui cerita dalam buku ini sang penulis berusaha untuk menggugah dan mengali rasa nasionalisme dalam diri sang pembaca terhadap bangsanya melalui ceritanya.
Buku ini menceritakan tentang seorang pribumi terpelajar bernama Minke yang dihadapkan antara kekaguman pada bangsa eropa dan kenyataan tentang keadaan lingkungan bangsanya yang kerdil. Dan bagaimana seorang penulis bernama Minke dalam perjalanannya menghadapi semua hal tersebut serta dorongan dari teman-teman bangsa eropanya yang peduli akan nasib bangsa pribumi yang terpuruk itu. Penulis menceritakan adanya pertentangan dalam diri Minke yang mencari jati diri atau menemukan semangat kebangsaan. Karena Minke merupakan seorang pribumi yang mengagungkan bangsa eropa dan kehilangan rasa nasionalismenya. Hal tersebut digambarkan dengan adanya pertentangan yang terjadi antara Jean Marais dan Kommer yang menyarankan kepada Minke agar menulis cerita maupun berita dalam bahasa pribumi baik Jawa maupun Melayu. Dan janganlah menulis dalam bahasa Belanda apalagi Inggris yang tidak dapat dimengerti oleh orang-orang pribumi. Begitu banyaknya dukungan yang didapatkan oleh Minke dari teman-teman bangsa eropanya agar Minke dapat mengenal bangsanya sendiri. Ini merupakan hal yang aneh. Mengapa orang seperti mereka dapat peduli kepada bangsa pribumi yang bahkan orang pribumi terpelajar sekalipun tak peduli terhadap  bangsanya sendiri. Bukan hanya mereka, keluarga Miriam De La Croix yang juga merupakan bangsa eropa liberal juga memberikan antusias atau perhatian pada bangsa pribumi. Melalui surat-surat mereka yang ditujukan kepada Minke yang berisi mengenai kepeduliannya kepada bangsa pribumi yang telah diinjak-injak oleh bangsa eropa. Miriam dalam suratnya menyuruh Minke untuk membela bangsanya dan jangan hanya mengagungkan bangsa eropa melainkan belajarlah untuk membangun dan menghidupkan bangsamu dari bangsa eropa. Selain itu juga berisi mengenai surat Raden Ajeng Kartini yang berbicara mengenai perbedaan kehidupan perempuan-perempuan di jepara sebelum dan sesudah bangsa eropa datang ke bumi pertiwi. Bahkan seorang wanita jepara pun telah membela bangsanya melalui tulisan dan mengapa seorang lelaki pribumi terpelajar masih ragu dalam membela bangsanya melalui hal yang kecil yaitu tulisan.
Pramoedya dalam membangun semangat kebangsaan juga memberikan cerita mengenai rakyat-rakyat pribumi yang ditindas oleh bangsa eropa yaitu cerita mengenai pengalaman Surati dan Trunodongso. Dalam buku itu diceritakan bahwa pengalaman seorang gadis dari juru bayar yang bernama Sastro Kassier harus menerima nasib ingin dijadikan gundik oleh Tuan Besar Kuasa Administratur yang bernama Plikemboh. Dalam mendapatkan keinginnya seorang bangsa eropa ini melakukan akal liciknya dengan menjebak Sastro Kassier, sehingga Surati anaknya dapat didapatkan dengan mudahnya. Hal ini menggambarkan bahwa bangsa-bangsa eropa yang datang ke Indonesia pada saat itu memang melakukan hal-hal yang licik dalam mencapai kejayaannya ditanah jajahan. Dan dalam memperlakukan orang-orang pribumi layaknya seperti budak. Cerita dari seorang petani gula bernama Trunodongso juga menggambarkan bahwa mayoritas bangsa eropa yang menjajah Indonesia sangat kejam dalam memperlakukan bangsa pribumi. Mereka hanya menyerap tenaga dan mempergunakan harta benda yang dimiliki oleh bangsa pribumi tanpa terima kasih apalagi memberi imbalan. Bahkan pemerintah yang ada seperti bupati dan gubermen tidak peduli lagi pada nasib bangsa pribumi. Mereka lebih kejam pada bangsa pribumi daripada bangsa eropa hanya demi mempertahankan jabatan yang diperolehnya.
Roman Anak Sebuah Bangsa juga menceritakan bagaimana kedudukan seorang pribumi lemah dalam hukum, apabila berhadapan dengan bangsa eropa seperti kejadian yang terjadi pada Nyai Ontosoroh. Nyai Ontosoroh harus berjuang sendiri dalam mempertahankan seluruh harta dan perusahaannya agar tidak jatuh kepada keluarga Mallema di Belanda. Hadir dalam setiap persidangan dan mencari-cari bukti sendiri karena tak ada satupun advokat yang bersedia membela Nyai Ontosoroh. Bahkan untuk melawan Ir. Mauritis Mallema, Nyai Ontosoroh mengundang seluruh sahabat-sahabat Minke agar membantunya melawan Ir. Mauritis Mallema dengan mulut atau suara. Sungguh nasib seorang pribumi Indonesia yang tidak dapat berbuat apa-apa dalam menegakkan keadilan hukum meskipun dia memiliki banyak harta. Betapa digambarkan sangat pentingnya kedudukan atas dasar warna kulit dan bangsa pada waktu itu. Sehingga keadilanpun tak berpihak pada orang-orang yang memiliki bangsa yang tak terpandang didunia seperti bangsa pribumi Indonesia.
Buku ini dapat memberikan makna yang berharga karena buku ini menceritakan juga mengenai pergolakan atau pergerakan dalam dunia internasional yang dapat memberikan pelajaran kepada bangsa pribumi. Salah satunya adalah pergerakan yang dilakukan oleh jepang dalam menyetarakan kedudukannya dengan bangsa eropa. Dengan cara memperkuat negara dan bangsanya sendiri sehingga dapat menjajah bangsa lain seperti yang dilakukan oleh bangsa eropa. Bahkan kaisar Meiji juga ikut turun dalam menyerukan kepada bangsa jepang untuk berdiri diatas kaki sendiri dengan kerja keras dan kerjasama serta jangan hanya menjual tenaga kepada bangsa lain agar tidak dicemooh dan dihina. Perhatian seorang kaisar ternyata sangat berdampak pada rakyatnya. Rakyat yang berada diluar negaranya sendiri, entah dia seorang pelacur, pedagang bahkan kuli sekalipun. Mereka semua adalah jantung dan hati bangsa jepang dan mereka tidak bisa dipisahkan dari negerinya dan bangsanya. Dari bangsa jepang kita dapat belajar untuk mencintai bangsa kita sendiri, bagaimana mereka sangat setia pada bangsanya. Begitu semangatnya suatu bangsa atau negara yang kecil dalam mencapai kemuliaan dari bangsa lain. Bahkan bukan hanya negara saja yang sibuk meraih kemuliaan tersebut. Namun rakyatnya pun bahu membahu dalam mencapai kemuliaan tersebut. Semua rela mereka korbankan hanya untuk mengagungkan nama jepang didunia. Selain itu revolusi yang dilakukan oleh Filipina, dimana para pemberontak Filipina bekerjasama dengan Amerika berhasil mendepak atau menendang spanyol dari negara tersebut. Adanya revolusi Prancis yang mengagungkan semboyan kebebasan, persaudaraan dan persamaan. Dan cerita mengenai Khouw Ah Soe, seorang bangsa china yang mengembara untuk menyampaikan dan mengerakkan revolusi china kepada seluruh bangsa china yang berada diluar negerinya. Peristiwa mengenai bangsa jepang diatas memberikan gambaran bahwa saat ini keunggulan tidak ditentukan atas dasar warna kulit melainkan berdasarkan pada ilmu pengetahuan yang dimiliki. Bukan hanya itu, berbagai kejadian didunia internasional yang diceritakan dalam buku ini digunakan sang penulis untuk mengerakan semangat kebangsaan bangsa pribumi terutama bagi kaum terpelajar seperti Minke untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Anak Semua Bangsa merupakan roman sejarah bangsa Indonesia yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer agar sejarah bangsa Indonesia menarik untuk dibaca pada generasi berikutnya. Pramoedya dalam menulis buku ini, mencoba menggambarkan keadaan bangsa Indonesia pada masa penjajahan melalui sudut pandang seseorang. Apabila membaca roman tersebut dengan penuh makna, maka penulis berusaha untuk menggugah semangat kebangsaan pada diri sang pembaca. Melalui tokoh Minke, Nyai Ontosoroh, Surati, Trunodongso, cerita mengenai pergerakan yang telah dilakukan oleh bangsa lain dan sebagainya. Bahkan melihat kenyataan yang ada pada sekarang ini rasa nasionalisme bangsa Indonesia pun juga telah pudar. Saat ini bangsa Indonesia juga dijajah oleh bangsa asing secara tersirat melalui ilmu pengetahuan. Mungkin tak akan menyakitkan seperti masa penjajahan tapi secara tidak langsung apabila dibiarkan mungkin akan sangat menyakitkan melebihi sakit yang diderita oleh Surati dan Trunodongso. Kehilangan rasa nasionalisme atau semangat kebangsaan merupakan awal dari keterpurukan suatu negara.


Ryana Andryana
09/288822/SP/23780
Jurusan Politik dan Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada

Selasa, 19 April 2011

Sekilas Seputar Swedia (3S)

Gambar 1 : Peta Swedia

Swedia merupakan sebuah negara Nordik di Skandinavia, Eropa Utara yang beribukotakan Stockholm. Negara ini berbatasan dengan Norwegia di sebelah barat, Findalia di timur laut, selat Skagerrak dan selat Kattegat di barat daya, serta Laut baltik dan teluk bothnia di sebelah timur. Sistem pemerintahan yang dianut di Negara swedia adalah sistem monarki konstitusional, dimana raja Carl XVI Gustaf (Carl Gustaf Folke Hubertus) memiliki hanya sebagai symbol dari kepala sejak naik tahta pada 15 September 1973 dan perdana menteri lah yang memiliki kuasa untuk memerintah atau sebagai kepala pemerintahan yang saat ini dijabat oleh Fredrik Reinfeldt dari Partai Moderat sejak 6 Oktober 2006. Perdana Menteri Fredrik Reinfeldt adalah perdana menteri di swedia ke-42 yang membentuk cabinet Reinfeldt. Pada tahun 1995 Swedia bergabung dengan Uni Eropa, namun sampai saat ini swedia belum bergabung dengan persatuan moneter eropa.

Gambar 2 : Raja Carl XVI Gustaf (Carl Gustaf Folke Hubertus)

Selain itu, swedia terhitung sebagai sebuah Negara yang maju dan rakyatnya mendapat pelayanan public yang baik. Ibukota Negara penghasil mobil Volvo ini, berpenduduk sekitar 9 juta jiwa yang mendiami lebih dari 440.000 km2 dari wilayah negaranya dan angka tersebut terhitung sangat rendah. Sehingga swedia tercatat dalam urutan ke-155 dalam kepadatan penduduk di dunia. Selain itu, tingkat harapan hidup di swedia termasuk tinggi dibandingkan dengan Negara-negara pada umumnya.

Penduduk asli swedia adalah orang sami. Sebagian besar orang Finn Swedia adalah pendatang atau keturunan pendatang dari abad ke-20, meskipun begitu terdapat sekitar 50.000 suku Finn asli yang merupakan salah satu minoritas di Swedia. Hal tersebut disebabkan karena populasi swedia didominasi oleh pendatang setelah terjadi perang dunia II dari Negara-negara lain seperti, irak, iran, Yugoslavia, palestina, amerika dan suku finn dari finlandia yang merupakan kelompok migrant terbesar. Swedia tidak memiliki bahasa resmi, namun secara de facto bahasa resminya adalah bahasa swedia yaitu svenska dan ditambah 5 bahasa minoritas lain.
Secara geografis, swedia terletak di belahan bumi utara, dimana di utara masuk dalam wilayah lingkaran artik. Namun meskipun begitu, swedia masuk kedalam zona wilayah daerah yang beriklim sedang. Di sebelah timur wilayah swedia dibatasi dengan laut baltik dan teluk bothnia, sebelah barat dibatasi dengan norwegia yang berupa pengunungan skandinavia. Dan kepadatan penduduk lebih tinggi di daerah bagian selatan yang mayoritas agrikultur, sedangkan pada wilayah utara dan semakin ke utara, hanyalah terdapat hutan yang semakin lebat.

Gambar 3 : Istana Stockholm

Istana Stockholm adalah istana yang indah di swedia yang terletak di Stockholm di Pulau Stadsholmen di bagian lama Gamla Stan. Istana tersebut memiliki 608 kamar istana yang terbesar dan masih dihuni oleh kepala Negara yaitu raja carl XVI Gustav. Istana Stockholm adalah istana yang dibangun diatas fondasi kastil abad pertengahan asli Tre Kronor (tiga crowns) yang terbakar habis pada tahun 1697. Sehingga pembangunan istana Stockholm yang baru berlangsung sekitar 57 tahun dari tahun 1697 sampai dengan 1754 dengan proyek gedung terbesar di eropa. Dimana istana dijadikan sebagai rumah bagi tempat-tempat utama di Stockholm seperti kerajaan komanty, balai Negara, ruang ksatria, istana ter kronor, gudang senjata dan museum of antiquities gustav III. Selain itu, istana Stockholm ini juga dibuka untuk umum sepanjang tahun, bahkan pada hari-hari tertentu pengunjung dapat melihat upacara perubahan penjaga dan dapat masuk ke beberapa tempat penting di dalam istana. Sehingga istana Stockholm juga dapat dijadikan sebuah objek wisata yang patut dikunjungi selama berada di swedia.

Sumber Referensi
http://id.tixik.com/stockholm-palace-2369891.htm dilihat tanggal 8 April 2011 pukul 8.30 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Swedia dilihat tanggal 8 April 2011 pukul 8.45 WIB.

Ryana Andryana
09/288822/SP/23780
Jurusan Politik dan Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada

Sejarah Kecil Tanah Kelahiranku di Ciamis "KARANGKAMAL"

Desa Cieurih merupakan desa yang berada di wilayah kecamatan Cipaku, Ciamis, Jawa Barat. Apabila memakai kendaraan bermotor, desa ini bisa ditempuh dengan satu jam perjalanan dari alun-alun Ciamis. Cieurih merupakan desa tempat tinggal ayah saya sejak kecil bahkan hingga saya berumur lima tahun, sebelum merantau ke Yogyakarta. Cieurih merupakan desa yang aman, tentram dan damai. Bahkan suasana pedesaannya masih terasa sampai sekarang. Desa kecil tersebut memiliki tempat bersejarah yang sangat berarti bagi para penduduknya yaitu “karang kamal”. Namun tidak semua orang yang tinggal di Cieurih mengetahui sejarah dari tempat yang bernama “karang kamal” tersebut. Hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui sejarah mengenai “karang kamal” yang merupakan makam leluhur mereka yang biasa mereka sebut dengan “kakek buyut cieurih”.
 “Karang kamal” terletak kurang lebih 600 meter dari desa Cieurih kearah timur. Bila digambarkan, tempat tersebut seperti hutan yang dikelilingi oleh pohon-pohon yang tua dan lebat berumur ratusan tahun. Dan dipinggir hutan tersebut terdapat  sungai yang dinamai dengan sungai cikembang. Di karang kamal tersebut terdapat makam kakek buyut cieurih yang dijaga dengan baik oleh para penduduknya.
“Kakek buyut cieurih” yang dimakamkan di karang kamal bernama Syekh Haji Komarulloh Komarudin. Ibunya bernama Raden Dewi Hajah Fatimah dan eyangnya bernama Eyang Jaya Wisesa yang merupakan keturunan dari cirebon. Makam kakek buyut cieurih sering digunakan sebagai tempat orang yang mencari berkah. Menurut penjaga makam, jika ada orang yang ingin berziarah dianjurkan pada hari senin atau kamis dan jika malam maka malam senin dan malam kamis. Hal tersebut merupakan syarat yang berlaku dan tanpa diketahui apa penyebabnya.
Menurut sejarahnya, karang kamal merupakan tempat yang digunakan oleh para wali dan Syekh Haji Komarulloh Komarudin sebagai tempat persinggahan. Mereka singgah di tempat ini adalah untuk menyebarkan ajaran islam dilingkungan Cieurih pada masa penjajahan Belanda. Mereka singgah dan menyebarkan agama di Cieurih sampai akhir hayatnya, namun di dalam karang kamal tersebut hanya terdapat satu makam dan makam dari para wali tidak diketahui keberadaannya. Mereka meninggalkan beberapa pusaka diantaranya pedang, keris, tombak, al-Qur’an dan buku babad cirebon. Namun yang tersisa sekarang hanyalah kerisnya saja dan pusaka yang lainnya hilang entah kemana.
Keris yang merupakan peninggalan para wali yang menyebarkan agama islam di desa Cieurih dijaga dengan baik oleh penjaga makam. Dan sekarang keris tersebut disimpan di kuncen. Setiap bulan dzulhijjah dan rabiul awal keris tersebut selalu dimandikan di dalam karang kamal  yang tempatnya agak menjorok ke sungai cikembang oleh penjaga makam. Penjaga makam mendapat jasa dari perawatan karang kamal yang didapat dari penduduk ketika ada pemandian keris dengan cara mengelar kain kafan yang nantinya akan dilemparkan uang oleh penduduk yang menyaksikan pencucian keris tersebut.
Tempat persinggahan atau penginapan para wali tersebut diberi nama karang kamal oleh penduduk setempat karena merupakan tempat yang kehilangan pusakanya. Menurut bahasa sunda, karang adalah pekarangan dan kamal adalah hilang entah kemana. Jadi penduduk tersebut menamakan tempat itu sebagai karang kamal karena alasan tersebut.
Saya mendapatkan cerita mengenai karang kamal tersebut dari bibi saya yang bernama Irma Nurmalasari. Dia mengetahui cerita tersebut dari Eyangnya yang juga Uyut saya yang bernama Hajjah Iwin dan dari ibunya yang bernama Uum. Cerita ini sangat menarik bagi saya karena walaupun saya tidak bertempat tinggal di desa Cieurih namun saya lahir disana dan tak ada alasan bagi saya untuk tidak mengetahui sejarah mengenai tempat yang bersejarah dan berharga bagi penduduk Cieurih.

Ryana Andryana
09/288822/SP/23780
Jurusan Politik dan Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada

Minggu, 17 April 2011

Ide-Ide Demokrasi VS Ide-Ide Konstitusionalisme


Pada dasarnya ide-ide demokrasi dan ide-ide konstitusionalisme sangat bertentangan satu sama lain. Hal ini disebabkan karena ide-ide dari demokrasi menitikberatkan pada kebebasan, kesetaraan, keadilan dan keterbukaan. Sedangkan ide-ide konstitusionalisme lebih menekankan pada ketentuan-ketentuan yang menetapkan dan mengatur jalannya pemerintahan yang bersifat hukum atau legal maupun non legal.
Sebenarnya didalam demokrasi sendiri pengertian dari kebebasan, bukanlah kebebasan yang tanpa batas. Melainkan kebebasan yang didasarkan pada tanggung jawab mereka, sehingga kebebasan individu tidak menganggu kebebasan orang lain. Sehingga didalam ide-ide demokrasi juga telah terdapat ide-ide konstitusionalisme yang dicerminkan pada tanggung jawab individu yang membatasi kebebasan mereka agar tidak menganggu kebebasan individu lain.
 Namun dalam implementasinya demokrasi dan konstitusionalisme saling membantu dan menguntungkan atau dapat membuat keadaan pemerintahan menjadi lebih baik. Karena demokrasi memberikan kebebasan atau hak untuk mengatur pemerintahan kepada rakyat. Sehingga untuk menstabilkan pemerintahan yang dipegang oleh rakyat maka hadirlah konstitusionalisme yang dapat membatasi kebebasan rakyat tersebut dalam menjalankan atau mengatur pemerintahan.
Pemerintahan yang demokrasi sangat melekat dengan ide-ide konstitusionalisme dalam menjalankan pemerintahannya. Contohnya dalam pemilu yang diselenggarakan oleh pemerintahan yang mengatur sistem demokrasi. Pemilu merupakan salah satu ciri dari negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi. Pemilu yang dikatakan demokratis itu tidak ditentukan pada banyak atau tidaknya rakyat yang ikut berpartisipasi pada pemilu melainkan pada apakah tatanannya memungkinkan mereka untuk secara bebas menyatakan sikap atau tidak terhadap pemilu tersebut. Dan konstitusionalisme hadir sebagai ketentuan bagi warga negara untuk membolehkan memakai atau tidak hak atau suara mereka dalam pemilu. Dan juga konstitusionalisme mengatur bahwa pemerintahan tidak dipersembahkan pada siapa yang menang dan siapa yang kalah. Namun pemerintahan diserahkan pada bangsa yang dipegang oleh orang-orang besar yang dapat bernafas untuk tetap menghidupkan pemerintahan demi kemuliaan manusia atau rakyat.
Tanpa kita sadari bahwa ide-ide dari demokrasi dan konstitusionalisme yang saling bertentangan dapat memberikan kebaikan dalam menjalankan pemerintahan. Sehingga persoalan apakah hal tersebut bertentangan atau tidak janganlah dijadikan sebagai sesuatu yang berbeda dan menjadi batasan tersendiri. Cobalah untuk mengaitkannya satu sama lain, sehingga terdapat keserasian diantara satu sama lain seperti halnya demokrasi dan konstitusionalisme yang dapat berdiri bersamaan menjadikan suatu pemerintahan yang lebih baik.

Sumber Referensi
Kamis, Margarito. 2009. Kekerdilan Konstitusionalisme Prosedural. http//goole.com.
Tamin, Boy Yendra. _. Deologi dan Konstitusi Negara (Sebuah Pengantar). http//google.com.
Locke, John. 2008. Filosof Penggagas Dasar Konstitusi Demokratis. http//google.com.
Djody, Setiawan. 2009. Kantata Demokrasi Sosial Jalan Tengah Bagi Indonesia.    http//google.com.
Syafruddin, Abulfaruq Ayip. 2009. Demokrasi Adalah Liberalisasi. http//google.com.

Ryana Andryana
09/288822/SP/23780
Jurusan Politik dan Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada


Sabtu, 16 April 2011

Sepeda Unik

Gambar 1

Saat ini, kreatifitas ternyata menjadi suatu hal yang sangat mutlak diperlukan oleh seseorang, terlebih bagi seorang pengusaha. Sepeda unik (gambar 1) merupakan hasil karya dari sebuah kreatifitas seorang pengusaha bengkel las Ryan Jaya yang bernama Yayat Suryatna. Bengkel las yang terletak di jalan janti sebelah timur Jogja Expo Center (JEC), pada umumnya menawarkan jasa pembuatan tralis, canopy, relling dan sebagainya. Namun tidak melepas kemungkinan jasa yang ditawarkan hanya sebatas itu, melainkan dapat  berupa hal yang lain seperti sepeda unik tersebut.
Gambar 2
Sepeda unik yang mirip dengan mobil ini dapat berjalan maju dan mundur dengan mengayuhkan pedal dari sepeda tersebut. Selain itu, sepeda unik ini juga dilengkapi dengan lampu depan dan juga tentunya rem.

Selasa, 12 April 2011

Masa Depan Politik Lokal Indonesia


Melihat masa depan dari politik lokal di Indonesia merupakan sesuatu hal yang abstrak atau sulit untuk dibaca sampai hari ini. Kesulitan dalam membaca masa depan dari politik lokal di Indonesia ini dikarenakan adanya dua pandangan yang dominan dalam membaca masa depan politik lokal di Indonesia, yaitu pandangan optimisme terhadap masa depan politik lokal yang melihat politik lokal sebagai desentralisasi dan pandangan pesimisme terhadap masa depan politik lokal di Indonesia yang melihat politik lokal dari kasus-kasus mikro ditingkat lokal. Selain itu politik lokal juga sering diidentikan dengan demokrasi dan desentralisasi, padahal ada atau tidak adanya demokrasi dan desentralisasi, politik lokal akan tetap ada atau hadir. Dengan adanya dua pandangan dominan dan penyamaan demokrasi serta desentralisasi dengan politik lokal tersebut, maka diperlukan pendefinisian ulang terhadap politik lokal di Indonesia agar masa depan dari politik lokal dapat dibaca secara jelas.
Terdapat empat prespektif dalam mendefinisikan atau melihat politik lokal, yaitu prespektif Pluralist, Marxist, Neo-klasik dan Kulturalist. Prespektif pluralist melihat politik lokal sebagai entitas politik yang berdiri sendiri karena kemajemukanlah yang menjadi nilai normatif utama. Dalam melihat politik lokal, prespektif marxist tidak mempercayai politik lokal sebagai entitas karena bagi prespektif ini politik lokal merupakan kepanjangan dari politik sebagai akibat dari pemusatan kekuasaan yang berada pada kelas berkuasa. Prespektif neo-klasik melihat politik lokal sebagai suatu entitas ekonomi, dimana politik lokal dijadikan alat untuk menfasilitasi bekerjanya pasar sebab prespektif ini anti terhadap negara dan hanya percaya pada pasar sebagai pembawa kemakmuran. Sedangkan prespektif kulturalist melihat politik lokal sebagai sebuah entitas budaya. Keempat prespektif tersebut dapat digunakan dalam melihat masa depan politik lokal di Indonesia dengan menganalisis politik lokal yang telah berkembang di Indonesia bahkan sejak pra kemerdekaan hingga saat ini.
Pada masa kolonialisme, politik lokal di Indonesia juga telah berkembang dibawah pemerintahan kolonial belanda maupun jepang. Meskipun belanda dan jepang memerintah di Indonesia dengan sentralistik, masih ada ruang bagi berkembangnya politik lokal terutama pada masa pemerintahan kolonial belanda. Pada masa pemerintahan kolonial belanda, politik lokal diberikan ruang untuk berkembang melalui inlendsche gemeente. Dimana desa memiliki otonominya sendiri untuk mengatur pemerintahannya sesuai dengan lokalitas, sehingga memberi keragaman politik lokal diberbagai wilayah di Indonesia. Bahkan kerajaan-kerajaan asli Indonesia yang berada di daerah yang tidak langsung dikuasai oleh belanda tetap dibiarkan berkembang dan ikatan dengan pemerintahan belanda menggunakan kontrak politik disebut sebagai zelfbesturende landschappen. Kelonggaran yang diberikan pemerintahan kolonial belanda pada daerah-daerah di Indonesia untuk mengembangkan politik lokalnya bahkan diatur dalam regulasi yaitu reglement op het beleid der regering van nederlandsch indie, decentralisatiwet 1903 dan bestuurshervormings ordinnantie. Regulasi-regulasi tersebut mengarah pada adanya dekonsentrasi atau pembagian sebagian wewenang yang diberikan oleh pemerintah kolonial belanda kepada daerah. Sehingga dapat mengembangkan lokalitas dan keberagaman terhadap politik lokal didaerah, bahkan juga memunculkan elit aristokrasi lokal (elit pribumi). Pada masa pemerintahan kolonial belanda ini, politik lokal dilihat sebagai entitas politik seperti pendekatan prespektif pluralist dalam melihat politik lokal. Hal tersebut dikarenakan politik lokal diberi ruang untuk berkembang dan juga terdapat kemajemukan atau keberagaman dalam mengelola pemerintahan di daerah sesuai dengan lokalitasnya (otonomi daerah). Sedangkan pada masa pemerintah kolonial jepang, politik lokal tidak mengalami perkembangan karena karakter politik pemerintahannya yang resentralistik dan militeristik. Tidak seperti pemerintahan kolonial belanda yang  membagi daerah sesuai dengan lokalitasnya, pemerintahan kolonial jepang membagi wilayah Indonesia menjadi tiga komandao yaitu Sumatera dibawah komando Panglima AD XXV di Bukit Tinggi, Jawa dan Madura dibawah komando Panglima AD XVI di Jakarta serta daerah lain dibawah komando Panglima AL di Makasar. Selain itu daerah juga hanya dipimpin oleh bupati dan walikota sebagai penguasa tunggal di daerah, sebab locale road bergeser pada eksekutif. Adanya pembentukan tonari gumi yang merupakan cikal bakal dari adanya RT dan RW disetiap daerah bahkan ditujukan untuk mobilisasi, indoktrinisasi dan kontrol, bukan memberi ruang bagi berkembangnya politik lokal. Hal tersebut memperlihatkan bahwa politik lokal seolah-olah tidak mempunyai ruang untuk bergerak karena pemerintahan kolonial jepang yang begitu sentralistik dan mengatur semua daerah secara sama. Sehingga memperlihatkan bahwa pada masa kolonial jepang, politik lokal hanya dianggap sebagai kepanjangan tangan dari politik karena tidak mempercayai politik lokal sebagai entitas, sesuai dengan prespektif marxist.
Politik lokal pada masa orde lama antara tahun 1945-1965 memiliki kekuatan yang sangat besar. Hal tersebut dikarenakan sistem pemerintahannya yang masih berubah-ubah dan sedang dalam mencari bentuk serta struktur kekuasaan pusat yang belum dapat menjangkau daerah. Dimana sering terjadinya pemberontakan diberbagai daerah yang berbasiskan etnis, agama dan sebagainya sebagai akibat dari kecemburuan sosial atau ketimpangan antara jawa dan non jawa. Masih berkembang dan kuatnya ide federalisme serta masih hidupnya pengaturan politik lokal seperti nagari dan desa adat juga menjadi faktor kuat bagi munculnya pemberontakan selain kehidupan partai politik yang dinamis dan kuat. Melihat dari beberapa indikasi tersebut, politik lokal pada masa pemerintahan orde lama dilihat sebagai entitas politik, dimana keberagaman dan kemajemukan menjadi dasar dari prespektif pluralist. Namun berbeda dengan pemerintahan kolonial belanda, pemerintahan orde lama menjadikan politik lokal sebagai entitas politik  yang bebas tanpa ada pengaturan yang tegas dari pemerintah pusat. Sehingga menyebabkan penguatan politik lokal berkembang secara mandiri yang mengerucut pada pemberontakan-pemberontakan. Sedangkan pada masa orde baru periode 1965-1998, sistem pemerintahan yang digunakan adalah otoritarianisme dan sentralistik. Hal tersebut menyebabkan politik lokal masih tetap ada namun menjadi tidak demokratis karena sistem pemerintahannya yang otoritarianisme dan sentralistik. Bahkan adanya kebijakan penyeragaman atau uniformalitas menjadikan hilangnya keberagaman format pengaturan dari politik lokal melalui desanisasi yang menyebabkan sistem nagari di Sumatera Barat menjadi hilang. Pada masa orde baru ini, kehidupan politik menjadi sangat diperketat oleh pemerintah, bahkan para pemimpin daerah adalah orang-orang yang telah dipilih oleh pemerintah tanpa melalui mekanisme demokrasi menyebabkan adanya dominasi kalangan militer didalam birokrasi. Masyarakat pun menjadi sangat termarginalkan pada saat itu serta pembentukan organisasi pun juga diatur oleh pemerintah melalui korporatisme negara. Pembentukan negara orde baru menempatkan instrumen kekerasan dan hukuman sebagai cara utama dalam menghadapi persoalan. Dari beberapa karateristik orde baru tersebut, politik lokal dilihat menggunakan prespektif Marxist karena politik lokal tidak diberikan ruang untuk bergerak dan merupakan kepanjangan dari politik serta tidak percaya politik lokal sebagai entitas. Kekuasaan yang tunggal pada satu kelas penguasa pun menjadi poin utama dalam prepektif ini dalam melihat politik lokal pada masa orde baru yang dipimpin dengan otoritarianisme dan sentralistik.
Politik pasca orde baru memberikan ruang yang besar bagi penguatan politik lokal di Indonesia karena adanya demokrasi dan desentralisasi yang hadir mewarnai sistem pemerintahan di Indonesia. Dimana reformasi birokrasi meliputi revitalisasi dan modernisasi administrasi pemerintahan serta otonomi daerah menjadi pendorong bagi terciptanya good governance. Desentralisasi dan otonomi daerah yang hadir mengakibatkan penguatan bagi politik lokal di daerah, seperti penguatan local eksekutif di Bantul dan Jembarana, fenomena shadow state di Banten dan Bangka, kebangkitan wacana ajeg bali di Bali dan wacana kembali ke nagari di Sumatera Barat, berkembangnya politik identitas etnis di Kalimatan Barat serta fenomena kekuasaan keluarga wajo di Sulawesi Selatan.
The best practice desentralisasi adalah label bagi kabupaten Bantul dan Jembarana, dimana proses desentralisasinya dapat menyejahterakan masyarakat di daerah tersebut. Namun kesejahteraan yang didapatkan oleh masyarakat tersebut diperoleh dari adanya local eksekutif yang kuat, dimana kebijakan populis yang menyejahterakan dibuat oleh bupati Idham Samawi dan I Gede Winasa dengan cara memby-pass dan mengakali segala aturan yang ada. Jadi kebijakan tersebut dibuat hanya oleh tangan eksekutif tanpa berkoordinasi dengan legislatif melalui SK. Fenomena shadow state juga muncul sebagai akibat dari adanya desentralisasi dan otonomi daerah, dimana para elit-elit lokal informal yang memiliki latar belakang sumber daya ekonomi, klan maupun kesaktian mewarnai politik Indonesia karena dapat memberikan pengaruh dalam pelaksanaan pemerintahan. Seperti kasus Banten, dimana Tuan Besar yang memiliki sumber daya kekerasan dan keuangan karena sebagai jawara dan pengusaha dapat memenangkan putrinya Ratu Atut Choisiyah sebagai wakil gubernur pada periode 2004 bersama Djoko Munandar sebagai gubernur. Tak hanya itu kasus premanisme proyek mengenai tender-tender proyek pemerintah juga dimainkan oleh Tuan Besar sebagai pengusaha. Kasus raja timah di Bangka, dimana negara bayangan hadir sebagai informal ekonomi dalam hal perebutan izin timah. Selain itu kemunculan wacana ajeg bali dan kembali ke nagari yang bangkit pada pasca orde baru, dimana Bali ingin mempertahankan adat istiadatnya dengan memunculkan kembali desa pakraman yang bersaing dengan desa dinas sebagai akibat dari otonomi yang terfragmentasi. Wacana kebangkitan kembali nagari di Sumatera Barat memperlihat bahwa desentralisasi dan otonomi daerah dapat menyebabkan kembali munculnya republik kecil yang bebas dari negara. Sehingga elit-elit lokal di Sumatera Barat sebaiknya menciptakan kembali wacana nagari hanya berdasarkan atas pemikiran, semangat dan pembaharuan yang dapat diatur oleh pemerintah pusat artinya nagari harus mengikuti regulasi yang dibuat oleh pemerintah pusat. Fenomena munculnya politik identitas etnis di Kalimantan Barat, dimana memunculkan power sharing atau pemekaran yang berbasiskan etnisitas sebagai pereda atau pencegah konflik etnis antara dayak dan melayu menggambarkan bahwa desentralisasi membawa pada penguatan elit-elit lokal. Kasus kekuasaan keluarga wajo di Sulawesi Selatan, dimana terjadi ketegangan perebutan kekuasaan antara bangsawan dan non bangsawan. Dan kebangkitan Puang di era pasca orde baru ini menggambarkan bahwa puncak kekuasaan lokal yang didasarkan pada artikulasi kekuasaan institusional dan jaringan patron client yang kuat menjadi karakteristik dari bangkitnya elit-elit lokal di daerah yang menjadi sangat kuat. Sehingga apabila melihat kasus-kasus yang kompleks tersebut, politik lokal dilihat sebagai sebuah entitas politik yang kuat, dimana prespektif pluralist menekankan pada adanya keberagaman dan penyebaran dalam kekuasaan. Namun kasus-kasus tersebut juga memberi gambaran akan ketakutan terhadap masa depan politik lokal yang dapat berkembang dan didominasi oleh elit-elit lokal. Tapi disisi lain, desentralisasi dan otonomi daerah juga memberikan dampak yang positif bagi kehidupan politik lokal, dimana munculnya penguatan terhadap masyarakat melalui sistem pilkada dalam memainkan perannya sebagai pemilih mengunakan pilihan rasional. Selain itu juga terjadi perkembangan pada lembaga swadaya masyarakat yang semakin banyak, meskipun tujuan dari lembaga tersebut belum jelas, tapi hal tersebut memberikan indikasi bahwa adanya pendewasaan pada level grassroot dalam tingkat lokal.
Dari berbagai fakta mengenai desentralisasi tersebut, alangkah baiknya mencari jalan keluar dari berbagai persoalan tersebut. Indonesia adalah sebuah bangsa yang masih mengalami proses pembentukan bangsa dan belum mencapai pada tahap akhirnya, artinya Indonesia masih belum selesai sebagai sebuah bangsa. Sehingga munculnya penguatan elit-elit lokal, shadow state, politik identitas etnis dan sebagainya merupakan suatu hal yang seharusnya bukan menjadi penghalang bagi masa depan politik lokal karena proses pembentukan bangsa ini yang belum selesai. Solusi yang terbaik untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah perlu melihat politik lokal menggunakan prespektif pluralist, dimana politik lokal dilihat sebagai entitas politik dan mengutamakan pada penyebaran kekuasaan dalam bentuk yang beragam, namun harus tetap mempertahankan bentuk kesatuan negara Indonesia. Indonesia merupakan negara yang multikultural dengan keberagaman suku, budaya, ras, agama, etnis dan sebagainya, sehingga pengaturan politik lokal di Indonesia tidak bisa dilakukan secara seragam ataupun sama agar tercipta demokrasi lokal menurut lokalitasnya. Dan tugas dari pemerintah pusat untuk menghindari pemberontakan didaerah sebagai akibat dari adanya penguatan politik lokal adalah membatasi ruang gerak dari politik lokal agar tidak berlebihan yang dapat menganggu stabilitas nasional dengan cara membuat regulasi yang menfokuskan pada kesatuan dan resolusi konflik yang damai. Selain itu, diperlukan adanya sinergisitas hubungan antara pusat dan daerah dengan cara melakukan kontrol, evaluasi, koordinasi, solusi dan sebagainya agar perpecahan tidak terjadi. Sehingga sistem otoriter dapat digunakan sebagai kontrol untuk mempertahankan bentuk kesatuan dan dapat membuktikan bahwa sistem otoriter juga memiliki kebaikan asalkan tidak digunakan secara berlebihan. Oleh karena itu, masa depan dari politik lokal di Indonesia akan dapat memungkinkan terciptanya demokrasi yang sesungguhnya apabila tidak hanya dilihat dari pandangan optimisme dan pesimisme saja, melainkan melihat dari kedua pandangan tersebut dan mencarikan jalan keluar dari permasalahannya. Sekarang hanya perlu mempertanyakan soal waktu untuk menwujudkan politik lokal yang demokratis, damai dan dapat menyejahterakan masyarakat dalam konteks Indonesia saat ini.

Sumber Referensi
Kompilasi Bahan Bacaan Kuliah Politik Lokal Tahun Ajaran 2010/2011.
Catatan Kuliah Politik Lokal

Ryana Andryana
09/288822/SP/23780
Jurusan Politik dan Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada